Selasa, 01 Mei 2012

Sejarah Organisasi

Sejarah
Mahasiswa memang punya banyak ide. Tapi hanya sedikit yang benar-benar berusaha mewujudkannya. (anonym)
Dua puluh Juli pukul tiga pagi, tiga puluh tahun yang lalu, surat kabar Media Aesculapius edisi pertama lahir di sebuah percetakan di kawasan Kemayoran, bermodalkan mesin cetak Heidelberg tua. Zulazmi Mamdy, Abdullah Alatas Fahmi, Rohsiswanto, dkk. tidak tahu bahwa saat itu sebuah sejarah sedang ditorehkan.
Sebelum surat kabar Media Aesculapius, mahasiswa FKUI telah menerbitkan majalah Aesculapius sejak tahun 1957. Majalah yang namanya diambil dari dewa kesehatan dalam mitos Yunani ini beredar terbatas di lingkungan FKUI dan hidup dari iuran mahasiswa. Beberapa pengurus majalah Aesculapius antara lain adalah Sjaifoellah Noer, Marwali Harahap, Santoso Cornain, dan Azrul Azwar, lulusan FKUI yang ternama dan ahli di bidangnya. Akibat goncangan-goncangan di tubuh kemahasiswaan, sejak pertengahan 60-an Aesculapius terbit tidak teratur, frekuensinya menurun, demikian pula kualitas cetaknya. Suatu keadaan yang memprihatinkan bagi FKUI, sementara UI sendiri punya koran Salemba, FE punya Economica, dan di ITB ada koran Mahasiswa Indonesia, yang semuanya tampil membanggakan.
Ingin mempebaiki keadaan ini, Zulazmi Mamdy, seorang mahasiswa tingkat III FKUI yang idealis dan gemar menulis, menawarkan diri untuk mengelolan majalah Aesculapius. Setelah terbit dua edisi, penerbitan Aesculapius membentur berbagai masalah yang justru vital, yaitu kesulitan membaca dan –dengan sendirinya- dana. Mengharap dana dari iklan adalah impian belaka karena bentuk majalah Aesculapius hanya berupa stensilan yang kurang menarik bagi para pemasang iklan. Pada Juli 1969 setelah memeras otak mencari jalan keluar, Zulazmi dan Rushdy Hussein –seniman yang kesasar di FK- menelurkan ide untuk membuat media cetak yang bermutu dan berdaya jual, diberi nama surat kabar Media Aesculapius, berskala nasional dengan tiras ribuan eksemplar.
Dipilihnya bentuk surat kabar karena pembuatannya lebih mudah dan murah. Selain itu, karena akan disebarkan bagi dokter dan mahasiswa kedokteran di seluruh Indonesia, ongkos kirimnya jauh lebih murah daripada majalah. Dengan ide menerbitkan surat kabar ini dalam skala nasional, diharapkan pemasukan dari iklan akan lebih mudah. Ditambahkannya kata ‘Media’ di depan ‘Aesculapius’ adalah untuk membedakan surat kabar ini dengan majalah Aesculapius yang telah terbit sebelumnya. Belakangan disebutkan bahwa pencetus MA berharap suatu saat majalah Aesculapius bisa terbit lagi bersama-sama surat kabar MA, meskipun belum kunjung kesampaian sampai sekarang.
Diwarnai optimisme bahwa media ini akan mengharumkan nama FKUI, mereka mengajukan proposal kepada Dekanat melalui Senat FKUI dengan harapan memperoleh ijin termasuk dukungan dana. Namun dengan alasan dana, proposal mereka ditolak. Konon, belakangan diketahui proposal itu tidak pernah sampai ke meja Dekanan lantaran hilang tak tentu rimbannya.
Penolakan ini cukup membuat mereka ciut hingga Rushdy Husein pun menyatakan mundur. Padahal, saat itu telah ada rekomendasi tempat percetakan dari Toka Hideo Pangemanan (belakangan ikut bergabung dalam MA) yang cukup menggiurkan karena telah menggunakan mesin cetak offset, sementara yang lain masih dengan mesin lama era Gutenberg.
Pantang menyerah, Zulazmi berniat melanjutkan rencananya. Kini dengan mengajak teman sepermainannya yang lain, Abdullah Alatas Fahmi, dan Roksiswatmo. Setelah berembuk, mereka sepakat untuk menerbitkan surat kabar MA dengan modal sendiri. Zulazmi menanam saham Rp 10.000,-, sedangkan Fahmi (yang waktu itu baru menikah) dan Watmo masing-masing Rp 25.000,-. Masih jauh dari cukup, mereka merekrut Guritno Harimurti dan Taufik Kiemas untuk mencari penanam modal. Tak disangka, Rp 600.000,- berhasil mereka kumpulkan, yang diperkirakan akan cukup untuk mendanai MA sebanyak 14 edisi.
Januari 1970 mereka mengajukan proposal baru disertai modal Rp 600.000,- yang langsung disetujui. Sejumlah mahasiswa kedokteran mereka rekrut untuk mewujudkan surat kabar MA ‘impian’ jadi kenyataan. Selain artikel hasil reportase, mereka memuat artikel terjemahan dari jurnal berbahasa Inggris terbaru. Semuanya dengan modal otodidak. Sementara, Robert Hilman Surjana, sang advertising manager, sibuk menghubungi perusahaan farmasi untuk pemasangan iklan. Sayangnya, percetakan yang semula bersedia mencetak MA ternyata membatalkan niatnya sehingga pengelola MA harus mencari percetakan lain. Untungnya, setelah merambah ke sana kemari, mereka menemukan sebuah percetakan di kawasan Kemayoran yang bersedia.
Akhirnya, setelah menempuh tujuh bulan penuh perjuangan, mimpi-mimpi para pemula dan amatiran ini berhasil diterjemahkan di atas kertas, saat makhluk Tuhan yang lain tertidur lelap, peronda terkantuk-kantuk, diiringi deru mesin cetak, dengan tangan-tangan berbelepotan tinta cetak, dan disambut sorakan penuh haru dan kegembiraan.

Sekelumit tentang Media Aesculapius
Berawal dari ide sekelompok mahasiswa yang kreatif dan peduli akan informasi kedokteran dan kesehatan, Media Aesculapius diterbitkan. Penerbitan yang mengambil nama dewa kedokteran Romawi ini untuk pertama kalinya hadir pada tanggal 20 Juli 1970 dalam bentuk tabloid. Para pendirinya, di antaranya Fahmi Alatas dan Zulazmi Mamdy, memulai kerja mereka bermodalkan mesin cetak Heidelberg di kampus Salemba.
Semula Media Aesculapius hanya ditujukan bagi para dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan permintaan dari para pembaca, distribusinya kini meluas hingga mencakup pula dokter spesialis, kalangan farmasi, dan peminat masalah kesehatan. Dengan tiras mencapai 5000 eksemplar setiap 2 bulan, media ini juga menjangkau perpustakaan, rumah sakit berbagai tipe, serta Puskesmas di 31 propinsi. Di seluruh Indonesia, tabloid ini dapat ditemui mulai dari propinsi Aceh hingga Irian Jaya.
Misi yang disandang Media Aesculapius adalah menjadi media komunikasi para dokter, mahasiswa kedokteran, kalangan farmasi, dan peminat masalah kesehatan. Media ini juga merupakan referensi dan sumber informasi aktual bagi para profesional, serta memberi masukan berharga bagi para pengambil keputusan.
Sumber berita berasal dari para dokter, Ikatan Dokter Indonesia, Departemen Kesehatan, World Health Organization, serta hasil liputan dari berbagai peristiwa kesehatan dan kedokteran. Selain para reporternya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang tersaring melalui seleksi yang ketat, Media Aesculapius juga merekrut koresponden dari universitas lain di Aceh, Medan, Bandung, Solo, Yogya, Surabaya, Denpasar, Ujung Pandang, dan Manado. Media Aesculapius didukung sepenuhnya oleh para staf ahli dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Banyak kendala dalam berkarya, namun Media Aesculapius tetap dapat bertahan selama sepertiga abad di saat penerbitan lain satu demi satu berguguran. Telah banyak penghargaan dan pujian yang diterima dari dalam dan luar negeri, namun jajaran redaksi, direksi, dan produksi tidak berpuas diri akan apa yang telah dicapai. Kritik dan saran dari pembaca setia merupakan masukan yang amat berharga.
Untuk kelangsungan perusahaan di kemudian hari, dilakukan regenerasi melalui beberapa seleksi. Telah banyak nama datang dan pergi silih berganti. Azrul Azwar, Umar Fahmi, Agus Purwadianto, adalah beberapa alumni Media Aesculapius yang dapat disebut.
Dalam menjaga mutu penerbitan, staf redaksi sering mengadakan diskusi terbatas dengan para pakar di bidang kedokteran. Dilakukan pula kerjasama dengan beberapa penerbit dan suara kabar ternama, berupa pelatihan jurnalistik, kunjungan kerja dan studi banding dengan metoda SWOT.
Media Aesculapius menempati kantor berlantai dua yang dilengkapi sarana dan prasarana milik sendiri, di antaranya alat-alat fotografi, komputer, dan laser jet. Untuk biaya operasional, direksi Media Aesculapius menerbitkan pula buku-buku kedokteran. Telah dilakukan pula kerja sama dengan perusahaan farmasi dan beberapa rumah sakit besar di Jakarta dalam penerbitan jurnal-jurnal dan suplemen.
Dengan sasaran pembaca yang begitu besar dan beragam, Media Aesculapius mampu menjadi sarana promosi yang efektif. Beberapa mitra Media Aesculapius yang pernah bekerja sama dan memasang iklan berasal dari perusahaan farmasi, alat-alat kedokteran, alat-alat elektronik, produk kosmetika, produk makanan sehat, dan penerbitan buku.
Saat ini memang banyak penerbitan mengenai kesehatan yang baru, namun Media Aesculapius telah menempati sudut tersendiri di hati para pembaca setianya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar