Sejarah
Mahasiswa memang punya banyak ide. Tapi hanya sedikit yang benar-benar berusaha mewujudkannya. (anonym)
Dua puluh Juli pukul tiga pagi, tiga
puluh tahun yang lalu, surat kabar Media Aesculapius edisi pertama lahir
di sebuah percetakan di kawasan Kemayoran, bermodalkan mesin cetak
Heidelberg tua. Zulazmi Mamdy, Abdullah Alatas Fahmi, Rohsiswanto, dkk.
tidak tahu bahwa saat itu sebuah sejarah sedang ditorehkan.
Sebelum surat kabar Media
Aesculapius, mahasiswa FKUI telah menerbitkan majalah Aesculapius sejak
tahun 1957. Majalah yang namanya diambil dari dewa kesehatan dalam mitos
Yunani ini beredar terbatas di lingkungan FKUI dan hidup dari iuran
mahasiswa. Beberapa pengurus majalah Aesculapius antara lain adalah
Sjaifoellah Noer, Marwali Harahap, Santoso Cornain, dan Azrul Azwar,
lulusan FKUI yang ternama dan ahli di bidangnya. Akibat
goncangan-goncangan di tubuh kemahasiswaan, sejak pertengahan 60-an
Aesculapius terbit tidak teratur, frekuensinya menurun, demikian pula
kualitas cetaknya. Suatu keadaan yang memprihatinkan bagi FKUI,
sementara UI sendiri punya koran Salemba, FE punya Economica, dan di ITB
ada koran Mahasiswa Indonesia, yang semuanya tampil membanggakan.
Ingin mempebaiki keadaan ini, Zulazmi
Mamdy, seorang mahasiswa tingkat III FKUI yang idealis dan gemar
menulis, menawarkan diri untuk mengelolan majalah Aesculapius. Setelah
terbit dua edisi, penerbitan Aesculapius membentur berbagai masalah yang
justru vital, yaitu kesulitan membaca dan –dengan sendirinya- dana.
Mengharap dana dari iklan adalah impian belaka karena bentuk majalah
Aesculapius hanya berupa stensilan yang kurang menarik bagi para
pemasang iklan. Pada Juli 1969 setelah memeras otak mencari jalan
keluar, Zulazmi dan Rushdy Hussein –seniman yang kesasar di FK-
menelurkan ide untuk membuat media cetak yang bermutu dan berdaya jual,
diberi nama surat kabar Media Aesculapius, berskala nasional dengan
tiras ribuan eksemplar.
Dipilihnya bentuk surat kabar karena
pembuatannya lebih mudah dan murah. Selain itu, karena akan disebarkan
bagi dokter dan mahasiswa kedokteran di seluruh Indonesia, ongkos
kirimnya jauh lebih murah daripada majalah. Dengan ide menerbitkan surat
kabar ini dalam skala nasional, diharapkan pemasukan dari iklan akan
lebih mudah. Ditambahkannya kata ‘Media’ di depan ‘Aesculapius’ adalah
untuk membedakan surat kabar ini dengan majalah Aesculapius yang telah
terbit sebelumnya. Belakangan disebutkan bahwa pencetus MA berharap
suatu saat majalah Aesculapius bisa terbit lagi bersama-sama surat kabar
MA, meskipun belum kunjung kesampaian sampai sekarang.
Diwarnai optimisme bahwa media ini
akan mengharumkan nama FKUI, mereka mengajukan proposal kepada Dekanat
melalui Senat FKUI dengan harapan memperoleh ijin termasuk dukungan
dana. Namun dengan alasan dana, proposal mereka ditolak. Konon,
belakangan diketahui proposal itu tidak pernah sampai ke meja Dekanan
lantaran hilang tak tentu rimbannya.
Penolakan ini cukup membuat mereka
ciut hingga Rushdy Husein pun menyatakan mundur. Padahal, saat itu telah
ada rekomendasi tempat percetakan dari Toka Hideo Pangemanan
(belakangan ikut bergabung dalam MA) yang cukup menggiurkan karena telah
menggunakan mesin cetak offset, sementara yang lain masih dengan mesin
lama era Gutenberg.
Pantang menyerah, Zulazmi berniat
melanjutkan rencananya. Kini dengan mengajak teman sepermainannya yang
lain, Abdullah Alatas Fahmi, dan Roksiswatmo. Setelah berembuk, mereka
sepakat untuk menerbitkan surat kabar MA dengan modal sendiri. Zulazmi
menanam saham Rp 10.000,-, sedangkan Fahmi (yang waktu itu baru menikah)
dan Watmo masing-masing Rp 25.000,-. Masih jauh dari cukup, mereka
merekrut Guritno Harimurti dan Taufik Kiemas untuk mencari penanam
modal. Tak disangka, Rp 600.000,- berhasil mereka kumpulkan, yang
diperkirakan akan cukup untuk mendanai MA sebanyak 14 edisi.
Januari 1970 mereka mengajukan
proposal baru disertai modal Rp 600.000,- yang langsung disetujui.
Sejumlah mahasiswa kedokteran mereka rekrut untuk mewujudkan surat kabar
MA ‘impian’ jadi kenyataan. Selain artikel hasil reportase, mereka
memuat artikel terjemahan dari jurnal berbahasa Inggris terbaru.
Semuanya dengan modal otodidak. Sementara, Robert Hilman Surjana, sang
advertising manager, sibuk menghubungi perusahaan farmasi untuk
pemasangan iklan. Sayangnya, percetakan yang semula bersedia mencetak MA
ternyata membatalkan niatnya sehingga pengelola MA harus mencari
percetakan lain. Untungnya, setelah merambah ke sana kemari, mereka
menemukan sebuah percetakan di kawasan Kemayoran yang bersedia.
Akhirnya, setelah menempuh tujuh
bulan penuh perjuangan, mimpi-mimpi para pemula dan amatiran ini
berhasil diterjemahkan di atas kertas, saat makhluk Tuhan yang lain
tertidur lelap, peronda terkantuk-kantuk, diiringi deru mesin cetak,
dengan tangan-tangan berbelepotan tinta cetak, dan disambut sorakan
penuh haru dan kegembiraan.
Sekelumit tentang Media Aesculapius
Berawal dari ide sekelompok mahasiswa
yang kreatif dan peduli akan informasi kedokteran dan kesehatan, Media
Aesculapius diterbitkan. Penerbitan yang mengambil nama dewa kedokteran
Romawi ini untuk pertama kalinya hadir pada tanggal 20 Juli 1970 dalam
bentuk tabloid. Para pendirinya, di antaranya Fahmi Alatas dan Zulazmi
Mamdy, memulai kerja mereka bermodalkan mesin cetak Heidelberg di kampus
Salemba.
Semula Media Aesculapius hanya
ditujukan bagi para dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Namun, seiring
dengan perkembangan zaman dan permintaan dari para pembaca,
distribusinya kini meluas hingga mencakup pula dokter spesialis,
kalangan farmasi, dan peminat masalah kesehatan. Dengan tiras mencapai
5000 eksemplar setiap 2 bulan, media ini juga menjangkau perpustakaan,
rumah sakit berbagai tipe, serta Puskesmas di 31 propinsi. Di seluruh
Indonesia, tabloid ini dapat ditemui mulai dari propinsi Aceh hingga
Irian Jaya.
Misi yang disandang Media Aesculapius
adalah menjadi media komunikasi para dokter, mahasiswa kedokteran,
kalangan farmasi, dan peminat masalah kesehatan. Media ini juga
merupakan referensi dan sumber informasi aktual bagi para profesional,
serta memberi masukan berharga bagi para pengambil keputusan.
Sumber berita berasal dari para
dokter, Ikatan Dokter Indonesia, Departemen Kesehatan, World Health
Organization, serta hasil liputan dari berbagai peristiwa kesehatan dan
kedokteran. Selain para reporternya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia yang tersaring melalui seleksi yang ketat, Media
Aesculapius juga merekrut koresponden dari universitas lain di Aceh,
Medan, Bandung, Solo, Yogya, Surabaya, Denpasar, Ujung Pandang, dan
Manado. Media Aesculapius didukung sepenuhnya oleh para staf ahli dari
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo.
Banyak kendala dalam berkarya, namun
Media Aesculapius tetap dapat bertahan selama sepertiga abad di saat
penerbitan lain satu demi satu berguguran. Telah banyak penghargaan dan
pujian yang diterima dari dalam dan luar negeri, namun jajaran redaksi,
direksi, dan produksi tidak berpuas diri akan apa yang telah dicapai.
Kritik dan saran dari pembaca setia merupakan masukan yang amat
berharga.
Untuk kelangsungan perusahaan di
kemudian hari, dilakukan regenerasi melalui beberapa seleksi. Telah
banyak nama datang dan pergi silih berganti. Azrul Azwar, Umar Fahmi,
Agus Purwadianto, adalah beberapa alumni Media Aesculapius yang dapat
disebut.
Dalam menjaga mutu penerbitan, staf
redaksi sering mengadakan diskusi terbatas dengan para pakar di bidang
kedokteran. Dilakukan pula kerjasama dengan beberapa penerbit dan suara
kabar ternama, berupa pelatihan jurnalistik, kunjungan kerja dan studi
banding dengan metoda SWOT.
Media Aesculapius menempati kantor
berlantai dua yang dilengkapi sarana dan prasarana milik sendiri, di
antaranya alat-alat fotografi, komputer, dan laser jet. Untuk biaya
operasional, direksi Media Aesculapius menerbitkan pula buku-buku
kedokteran. Telah dilakukan pula kerja sama dengan perusahaan farmasi
dan beberapa rumah sakit besar di Jakarta dalam penerbitan jurnal-jurnal
dan suplemen.
Dengan sasaran pembaca yang begitu
besar dan beragam, Media Aesculapius mampu menjadi sarana promosi yang
efektif. Beberapa mitra Media Aesculapius yang pernah bekerja sama dan
memasang iklan berasal dari perusahaan farmasi, alat-alat kedokteran,
alat-alat elektronik, produk kosmetika, produk makanan sehat, dan
penerbitan buku.
Saat ini memang banyak penerbitan
mengenai kesehatan yang baru, namun Media Aesculapius telah menempati
sudut tersendiri di hati para pembaca setianya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar